Laman

Jumat, 06 Februari 2015

Renungan Harian : Hati Yang Suci



Hati Yang Suci
Matius 5 : 8


           Bac. Pagi : Bilangan 22 : 22 – 28                            Bac. Malam : 1 Korintus 7 : 32 – 40



Marende BE. No. 485 : 1


Ketika rumah kita kotor tentu kita tidak merasa nyaman tinggal di dalamnya. Oleh karena itu kita cepat-cepat membersihkannya sehingga ketika sudah bersih maka tercipta kenyamanan. Sudah barang tentu juga kita tidak akan mau memakai pakaian kotor. Melihatnya saja kita tidak suka, apalagi memakainya. Itulah rupa-rupa tanggapan negatif kita tentang sesuatu yang kotor. Tidak seorang pun yang menyukai yang kotor atau yang tidak bersih.

Jika demikian penilaian kita tentang yang kotor, apalagi kalau itu menyangkut hati. Hati yang kotor, yang tidak bersih atau istilah nats ini, yang tidak suci, tentu kita tidak menginginkannya. Karena hati yang tidak bersih membuat kehidupan kita tidak nyaman. Kenapa? Karena dari dalam hatilah terpancar cahaya kehidupan, dan jika hati kita tidak suci maka cahaya kehidupan tidak akan terpancar. Jika cahaya itu terpancarkan, maka hidup itu akan indah dan kita merasa nyaman menghidupinya.

Apa maksudnya “suci”? Kata “suci” dalam nats ini berasal dari kata Yunani, katharos yang artinya: tidak tercampur, tidak mengandung benda lain atau sama-sekali murni. Itu sebabnya ucapan ini dapat di terjemahkan, “Berbahagialah orang yang motivasi hatinya tidak bercampur aduk dengan hal-hal yang lain, karena orang yang demikian yang akan melihat Allah.”

Oleh karena itu, renungan ini mengingatkan kita untuk meninjau kembali tentang motivasi kita dalam melakukan sesuatu hal. Apakah hati kita tulus dalam melakukan sesuatu hal? Atau apakah kita melakukannya dengan hati dan jiwa yang luhur? Seringkali apa yang terjadi tidak seperti apa yang kita harapakan, karena motivasi yang tidak luhur. Salah satu contoh yang sering terjadi adalah, balasan. Kita melakukan sesuatu karena kita mengharapkan balasannya. Kita menolong orang lain karena kita mengharapkan balasannya, bahkan kita sering berkata, “kalau bukan kita yang menerimanya, suatu saat pasti anak kita yang menerimanya.”

Bagian dari ucapan berbahagia ini meminta kita agar kita benar-benar memeriksa diri atas setiap perbuatan baik yang kita lakukan. Apakah kita ke Gereja untuk berjumpa dengan Allah, atau karena tradisi dan kebiasaan, atau hanya untuk berjumpa dengan teman-teman? Buktinya ketika ibadah berjalan, dari awal sampai akhir ibadah kita hanya sibuk dengan diri kita sendiri. Apakah kita berdoa karena memang kita merasa bahwa tanpa Tuhan, kita bukanlah siapa-siapa? Ataukah doa hanya sebagai sarana untuk melampiaskan keinginan atau kepuasan pribadi? Buktinya, betapa sering doa-doa kita hanyalah sarana  untuk mengajukan permintaan seperti daftar belanja kita kepada Tuhan. Apakah kita bekerja secara sungguh-sungguh sebagai cara/jalan kita mensyukuri bahwa Tuhanlah yang memberikan pekerjaan itu, ataukah hanya sebagai cara supaya kita cepat naik pangkat atau jabatan? Buktinya, betapa sering kita sakit hati ketika rekan kita yang naik jabatan, sementara kita tidak. Betapa sering kita tidak suka apabila orang yang golongannya di bawah kita, kariernya cepat melesat, sementara kita tidak. 

Melakukan pemeriksaan terhadap motivasi diri memang sangat sulit dan akan membuat kita malu. Karena kita akan mendapatkan bahwa motivasi kita ternyata bercampur-aduk dengan hal-hal lain. 

Yesus mengatakan, bahwa hanya orang yang suci hatinya, yang motivasinya tidak bercampur-aduk, itulah yang akan melihat Allah. Oleh karena itu, mari kita jaga hati kita supaya tetap bersih dan suci yang di dalamnya hanya terdapat motivasi yang murni dan luhur. Tidak ada yang dapat kita andalkan untuk memelihara hati kita suci dan murni, oleh karena itu kita berdoa memohon supaya Tuhan mengirim RohNya untuk membimbing dan menuntun kita memelihara hati tetap suci. Dan dengan demikian, kita akan dapat melihat Allah.  - Amin -

Tidak ada komentar:

Posting Komentar